![]() |
MANADO, KOMPAS.com - Topografi Sulawesi Utara yang
memiliki kontur tanah bergunung-gunung membuat daerah ini tidak lepas
dari permasalahan lingkungan. Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur
Sulawesi Utara SH Sarundajang ketika menghadiri acara Pencanangan
Perlindungan Sumber Mata Air di Desa Kali, Pineleng, Kabupaten Minahasa,
Kamis (22/11).
"Masalah yang berkaitan dengan banjir dan tanah
longsor masih merupakan masalah lingkungan utama," ujar Sarundajang di
hadapan Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya yang juga hadir
pada siang itu.
Selain itu, kerusakan Danau Tondano akibat
pertumbuhan eceng gondok yang tak terkendali juga menjadi masalah besar.
Selain itu, terdapat pula masalah penambangan emas tanpa izin yang
terdapat di beberapa kabupaten kota di Sulut.
"Pemanfaatan ruang
yang belum sesuai dengan perencanaan juga menjadi persoalan. Memang
rencana tata ruang yang masih dalam tahap perampungan juga menjadi
faktor utama," tambah Sarundajang.
Oleh karena itu Sarundajang
sangat mengapresiasi usaha-usaha inisiatif yang dilakukan oleh
masyarakat secara mandiri untuk kelestarian lingkungan. Jemaat GMIM
Solafide Desa Kali dianggap sebagai contoh desa dengan konsep green village. Melalui usaha jemaat, desa ini mampu memanfaatkan lahan tidur sebagai sumber dana pembangunan gedung gereja.
Berkat
dukungan dari Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Sinode GMIM dan Badan
Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara, anggota jemaat GMIM Solafide
mampu menjadikan kehidupan berjemaatnya berbasis lingkungan.
Sementara
itu, Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya mengatakan, Sulawesi
Utara selalu menempati ranking atas jika dilihat dari Indeks Kualitas
Lingkungan. Hal itu menunjukkan komitmen yang tinggi pemerintah Sulawesi
Utara menjaga dan melestarikan lingkungan.
"Masalah lingkungan
juga merupakan masalah hak asasi manusia. Pemerintah wajib menjamin agar
masyarakat hidup di lingkungan yang sehat dan bersih," ujar Kambuaya.
Sumber : Kompas
