Alor - Tim Flora Fauna Subkorwil-7 Alor telah menemukan jenis lobster mutiara
dan ketam kenari , Rabu ( 19/2) di Pulau Sika ,Nusa Tenggara Timur .
Menurut Tim Ahli Flora Fauna Ekspedisi NKRI 2015 ,Rury Eprilurahman, S.Si
dari Laboratorium sistematika Hewan ,Fakultas Biologi UGM mengatakan beberapa
jenis lobster dan ketam merupakan kelompok Crustacea (udang, ketam dan
kepiting) yang mampu mencapai ukuran cukup besar. Beberapa individu diketahui mampu mencapai berat 3-4kg. Temuan
terakhir dari Subkorwil Alor yaitu Lobster dari jenis Panulirus ornatus (lobster mutiara) dan
ketam kenari/ ketam kelapa dengan nama ilmiah Birgus latro. Kelompok udang tersebut (terutama yang berukuran besar) menjadi perhatian khusus. Bahkan, Birgus latro (ketam kenari) dimasukkan dalam daftar hewan dilindungi sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. 12/KPTS-II/Um/ 1987 dan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Meskipun menurut IUCN jenis ini belum dilindungi, namun data tentang keberadaan dan biologi ketam kenari (B. latro) masih sangat terbatas dan perlu pembaharuan.
Permintaan pasar akan lobster,
kepiting dan hasil laut lain terutama untuk konsumsi cenderung tinggi dan
berbanding terbalik dengan ketersediaan kelompok hewan ini di alam. Beberapa
wilayah memiliki musim-musim tertentu untuk dapat menikmati lobster. Sedangkan
untuk ketam kenari, hasil penelitian Jahidin (2010) menyebutkan bahwa dalam
kurun 3 bulan hanya ditemukan sebanyak 44 ekor saja di Pulau Siompu, Sulawesi
Tenggara.
Wilayah timur Indonesia (Nusa
Tenggara, Maluku, Sulawesi dan Papua) dikenal sebagai wilayah bahari dan
memiliki potensi yang besar untuk sumber daya perikanan. Namun demikian, jika
tidak didukung dengan upaya konservasi dan pengelolaan yang tepat maka
eksploitasi sumber daya perikanan bisa menyebabkan kepunahan atau kelangkaan
jumlah komoditas perikanan tertentu terutama lobster dan ketam. Hal ini dapat
terjadi karena kelompok lobster dan
ketam yang berumur panjang cenderung memiliki laju pertumbuhan dan kematangan
reproduksi yang lambat.
Menurut peneliti lobster dari Lab.
Sistematika Hewan, Fakultas Biologi UGM – Drs. Trijoko, M.Si, untuk jenis
lobster Panulirus ornatus seperti
yang ditemukan oleh tim Flora Fauna di
pasar wilayah Subkorwil Alor adalah hal yang umum. Jenis tersebut memiliki
ukuran lebih besar dibandingkan dengan jenis lobster lain karena kematangan
reproduksi baru terjadi setelah mencapai ukuran lebih kurang 1 kg. Sedangkan
beberapa jenis lobster lain seperti Panulirus
homarus, sudah mengalami matang reproduksi pada ukuran 200 gram. Lobster
dapat menjadi produk perikanan unggulan Indonesia jika dikelola dengan baik dan
benar serta dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Belum lama ini, Menteri Kelautan dan
Perikanan mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor
1/PERMEN-KP/2015 tentang Penangkapan lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla
spp.), dan rajungan (Portunus pelagicus spp.). Peraturan tersebut
diikuti dengan Surat Edaran Nomor 18/MEN-KP/I/2015 tentang penangkapan lobster
(Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.). Dalam surat edaran itu
diberlakukan peraturan secara bertahap. Khusus untuk lobster, tahap pertama
dilaksanakan pada Januari 2015-Desember 2015. Lobster yang boleh ditangkap dan
diperjualbelikan dalam kurun waktu tersebut harus memiliki berat di atas 200
gram. Periode kedua untuk Januari 2016 dan seterusnya, lobster yang boleh
ditangkap memiliki berat di atas 300 gram. Namun demikian, ukuran kematangan
reproduksi untuk lobster bervariasi dan dapat dilihat dari rerata ukuran
individu yang membawa telur. ( TIM MEDIA EKSPEDISI NKRI -ARM-)


Posting Komentar
Ajukan Pertanyaan Seputar Ekspedisi NKRI Pabar 2016